Stay Tune... Only On 95.70 GeNJ RADIO SURYA MUSIK PERSADA

Sabtu, 05 April 2008

CAHAYA JIWA

Surya lovers silahkan kirim pertanyaan seputar Islam di prog. Cahaya Jiwa setiap kamis pkl.19.00-20.00 bersama Ust.Rotbi al a'la,Lc
Assalamu'alaikum Wr Wb
Berdasarkan Tulisan Ust. H. Ahmad Sarwat, Lc tentang Hukum Rajam Tidak Ada Dalam Al-Quran?, saya mendapati istilah dinasakh. Tepatnya “Di dalam Al-Quran ada ayat-ayat tertentu yang mengalami nasakh atau penghapusan.”
Adakah contoh lain selain riwayat Umar bin Al-Khattab tentang hukum zina. Mohon penjelasan ustadz atau mungkin buku yang membahas masalah ini.
Terima kasih.
Wassalamu'alaikum Wr Wb
Abu Shikha

Jawaban

Assalamu 'alaikumwarahmatullahi wabarakatuh,
Adanya ayat Al-Quran yang dihapus memang sudah disepakati kebenarannya oleh para ulama. Dan sebenarnya kita bisa membaginya menjadi tiga kelompok.
Ada ayat Al-Quran yang hukum dihapus tapilafadznya masih ada. Sebaliknya, ada yang hanya lafadz ayatnya yangdihapus, namun hukumnya masih ada dan tetap berlaku. Dan terakhir, ada yang kedua-duanya telah dihapus, lafadznya sudah tidak kita temukan dan hukumnya pun juga sudah tidak berlaku.
1. Lafadz Tetap Hukum Dihapus
1.1. Contoh Pertama
Contohnya adalah ayat tentang kewajiban shalat malam buat umat Islam. Awalnya ada ayat yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ * قُمْ اللَّيْلَ إِلا قَلِيلا * نِصْفَهُ أَوْ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلا
Wahai orang yang berselimut, bangunlah malam hari kecuali sedikit, yaitu setengahnya atau kurang dari itu sedikit (QS. Al-Muzzammil: 1-3)
Kesimpuan ayat ini adalah bahwa shalat malam hari hukumnya wajib. Tetapi karena ada ayat lain yang menghapusnya, maka hukumnya tidak berlaku lagi. Shalat malam buat umat Islam hukumnya tidak wajib tetapi sunnah.
Ayat yang menghapusnya adalah ayat berikut ini:
إِنَّ رَبَّكَ يَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُومُ أَدْنَى مِنْ ثُلُثَي اللَّيْلِ وَنِصْفَهُ وَثُلُثَهُ وَطَائِفَةٌ مِنْ الَّذِينَ مَعَكَ وَاللَّهُ يُقَدِّرُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ عَلِمَ أَنْ لَنْ تُحْصُوهُ فَتَابَ عَلَيْكُمْ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنْ الْقُرْآنِ
Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah dari Al-Qur'an. (QS. Al-Muzzammil: 20)
Assalamualaikum wr wb
Ustad saya ingin menanyakan dalil yang mengatakan adanya keutamaan kita berziarah kemakam ulama Islam, kemudian apakah kita berdoa kepada Allah di makan tersebut doanya lebih mustajab, dan mendoakan orang yang sudah meninggal selain orang tua kita juga akan sampai dikabulkan,
Bagaimana sanggahan terhadap orang mazhab wahabi yang tidak memperbolehkan berziarah ke makam karena sebagai bentuk ratapan kepada orang yang meninggal...
Wasalam
Amd

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Awalnya ziarah kubur adalah perbuatan terlarang, karena para shahabat nabi masih baru saja meninggalkan era penyembahan berhala. Namun sedikit demi sedikit, Rasulullah SAW memandang bahwa sudah tidak ada alasan lagi untuk melarang ziarah kubur, karena para shahabat nabi telah memilihi pondasi aqidah yang sangat kokoh.
Maka beliau pun bersabda:
عن بُرَيْدَة قَالَ: قَالَ رسول الله كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عن زِيَارَةِ القُبُورِ فَزُوروها رواه مسلم وفي رواية: فَمَنْ أرَادَ أنْ يَزُورَ القُبُورَ فَلْيَزُرْ ؛ فإنَّهَا تُذَكِّرُنَا الآخِرَةَ
Dari Buraidah bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Dahulu aku larang kalian untuk berziarah kubur, sekarang silahkan berziarah." (HR Musim)
Dalam riwayat yang lain beliau menyebutkan:
"Siapa yang ingin berziarah kubur, hendaklah berziarah. Karena berziarah kubur itu mengingatkan akhirat."
Maka hukum ziarah kubur pun menjadi boleh setelah dahulu pernah dilarang. Setidaknya ada dua manfaat utama saat kita berziarah kubur.
Manfaat pertama, kita dapat mendoakan orang yang ada di kubur itu. Dan imbasnya adalah doa kita itu akan diganjar dengan pahala yang banyak.
Manfaat kedua, kita jadi dapat mengambil pelajaran bahwa suatu ketika kita pun akan mati juga, dan akan dikubur juga.
Selain itu juga ada manfaat lainnya, bila kubur yang diziarahi itu merupakan kubur tokoh ulama. Misalnya, kita jadi termotivasi untuk mempelajari sejarah dan jalan hidupnya, serta dapat mengenang jasa-jasa mereka.
Di jantung kota Cairo ada kubur Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah. Bagi turis Indonesia yang melawat ke negeri Piramid itu, ziarah ke kubur Al-Imam Asy-Syafi'i sebenarnya dapat membangkitkan kita mengenal lebih dekat sosok Imam Mazhab itu. Dan rupanya di negeri itu terdapat begitu banyak situs peninggalan bersejarah yang menarik untuk diamati.
Sayangnya, sebagian saudara-saudara kita agak buta sejarah, sehingga ketika datang ke tempat yang punya nilai sejarah, sama sekali tidak nyambung alias tidak dapat mengambil apapun pelajaran. Datang ke kubur para ulama akhirnya sekedar jadi wisata rutin dan ritual, yang miskin dari kajian.
Dan konyolnya, sebagian lainnya malah datang untuk minta ini dan minta itu kepada ruh yang ada di kuburan. Tentu tindakan ini tidak bisa dibenarkan, karena seharusnya kita hanya meminta kepada Allah SWT, bukan kepada kuburan, meski kubur seorang ulama sekalipun.
Lucu memang, bahkan di makam Al-Imam Asy-Syafi'i itu ada orang yang sampai bertawaf mengelilingi kuburnya, seperti layaknya ka'bah. Tindakan ini tentu kurang bisa diterima, karena tidak ada tuntunan dari agama ini tentang ritual tawaf mengelilingi kuburan.
Adapun apa yang dikatakan sebagai wahabi yang anti ziarah kubur, memang para tokoh mereka di gurun pasir sana sejak awal lebih suka menggeneralisir semua masalah yang terkait dengan kuburan. Intinya, tidak ada cerita ziarah kubur, apalagi kubur ulama. Buat mereka, pokoknya haram, titik.
Kita hanya bisa geleng-geleng kepadakalau melihat kelakuan sebagian saudara kita itu. Mungkin dengan berhuznudzdzan kita boleh bilang nbahwa tujuan mereka mungkin baik, yaitu untuk melindungi umat Islam dari bahaya syirik.
Tapi pola gebyah uyah seperti itu ibarat suasana panik akibat kebakaran di suatu kampung, untuk menyelamatkan rumah dari amukan api, kadang rumah itu disemprot dengan air dengan kekuatan penuh, akibatnya memang sih rumah itu tidak terbakar, tapi malah roboh sekalian.
Tindakan menggeneralisir semua ziarah kubur itu haram dan bid'ah, barangkali tepat kalau dilakukan oleh seorang Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhabyang hidup di abad ke delapan belas (1703-1791 M). Tapi suasana abad ke delapan belas tentu amat berbeda dengan suasana abad ke dua puluh dan dua puluh satu.
Selain itu, gaya dakwah yang sikat sana tembak sini mungkin efektif untuk suasana masyarakat padang pasir yang tidak pernah makan sekolahan, namun belum tentu gaya seperti itu bisa dengan mudah diterima oleh bangsa lain yang punya peradaban.
Maka kalau pun kita mau mengambil pelajaran dari siapa pun, kita harus lihat situasi dan kondisi serta latar belakang sosio kultural dari suatu masyarakat. Apa yang cocok di abad 18 belum tentu cocok untuk abad 21. Dan apa yang dirasa efektif untuk para penghuni gurun belum tentu cocok buat para penduduk nusantara. Maka ambillah pelajaran wahai orang yang bisa mengambil pelajaran.
Alih-alih diterima, dakwah wahabiyah di mana-mana hanya memanen perlawanan dan permusuhan serta kebencian. Dan orang-orang yang ziarah kubur tetap masih banyak, bahkan sampai yang masih menyembah kuburan. Sebab dakwah yang tidak simpatik hanya akan membuat orang malah semakin jauh dan anti pati.
Lalu apa solusinya?
Gampang, mereka yang kerjanya ziarah kubur itu kita beri beasiswa agar bisa pada sekolah. Kebodohan lah yang telah mengantarkan mereka untuk menyembah kuburan. Karena itu bukan kuburannya kita ratakan dengan tanah, tapi kebodohannya yang harus diperangi. Caranyadengan mendirikan ribuan sekolah dan kampus di negeri ini, bukan masjid yang bangunannnya megah tapi tidak ada ulamanya.
Wallahu a'alm bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Tidak ada komentar: